Foto: https://www.instagram.com/tabu.id/ |
Pergerakan yang dilandasi ketulusan akan
bertumbuh besar. Perjalanan yang diawali keinginan memberi manfaat untuk banyak
orang, akan punya umur yang panjang. Keyakinan untuk melangkah tanpa keraguan
akan membawa pada kemajuan. Itulah tiga hal yang saya pelajari dari seorang
Alvin Theodorus, salah satu pendiri dari Tabu.id, sebuah platform atau media
edukasi seputar kesehatan seksual dan reproduksi untuk anak muda.
Saya berkesempatan berbincang-bincang cukup
panjang dengan Alvin melalui virtual
meeting mengenai perjuangannya mendirikan dan membesarkan Tabu.id pada Kamis,
30 Desember 2021.
Meski Kalah dalam Perlombaan, Tapi Tetap Semangat Mewujudkan
Tabu.id didirikan oleh empat orang mahasiswa
di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, yaitu Alvin Theodorus, Neira
Ardaneshwari Budiono, Adelina Kumala, dan Patricia Agatha pada tahun 2018. Keempatnya
berinisiatif membentuk Tabu.id untuk diikutsertakan pada sebuah lomba project inovasi
kesehatan untuk masyarakat Indonesia yang diadakan di Solo.
Hanya saja Tabu.id tidak berhasil memenangkan kompetisi
tersebut, namun mendapatkan feedback yang cukup positif dari para juri. Karena itu,
keempatnya yakin untuk merealisasikan project tersebut menjadi kenyataan.
“Pendidikan seksual yang komprehensif masih
sangat minim di Indonesia, padahal dampaknya cukup besar. Dari beberapa
penelitian yang dilakukan di luar negeri, anak muda yang tidak mendapatkan
pendidikan seksual yang komprehensif, tingkat kehamilan yang tidak diinginkan
lebih tinggi, selain itu juga lebih rentan mengalami atau melakukan pelecehan
dan kekerasan seksual. Karena itu, kami merasa sangat penting untuk membangun
Tabu dengan serius,” ujar Alvin.
Melalui artikel ilmiah yang ditulis oleh Annisa
Rizkianti dari Centre for Research and Development of Public Health Efforts,
National Institute of Health Research and Development (NIHRD), Indonesia
bersama rekan-rekan lainnya melakukan sebuah survei mengenai hubungan seksual
pada remaja usia sekolah. Studi ini dipublikasikan di Journal
of Preventive Medicine & Public Health pada tahun 2020.
Survei tersebut melibatkan 11.110 siswa dari
75 sekolah di Indonesia. Data yang ditemukan adalah 5,3% siswa pernah
berhubungan seks. Dan dari jumlah tersebut, sebanyak 72,7% anak laki-laki dan
90,3% anak perempuan melakukan hubungan seks pertama kali sebelum usia 15
tahun. Temuan ini menurut para peneliti menjadi desakan kebutuhan untuk
mengembangkan pendidikan kesehatan seksual yang lebih komprehensif serta
efektif.
Para peneliti pun berkesimpulan bahwa dalam
upaya menunda hubungan seksual dan mencegah infeksi menular seksual, remaja
harus diberikan pendidikan kesehatan seksual selama masa pubertas. Hal ini
penting agar remaja mendapat informasi yang baik tentang hubungan yang sehat
dan bertanggung jawab.
Terbatasnya Sumber Daya, Tak Jadi Penghalang untuk Memberi Impact yang Besar
Foto: https://www.instagram.com/tabu.id |
Ada banyak keterbatasan yang dialami Alvin dan
para pendiri Tabu.id, mulai dari terbatasnya sumber daya manusia, finansial,
dan waktu. Meski begitu, mereka tetap bertekad untuk bisa memberi impact yang besar. Karena itulah,
platform media sosial Instagram dipakai Tabu.id sebagai media edukasi. “Instagram
cukup populer di kalangan anak muda, sehingga bisa menjangkau lebih banyak
orang meski dengan keterbatasan yang kami miliki,” jelas Alvin.
Sekitar satu tahun, Tabu.id fokus di Instagram
saja, namun tetap konsisten untuk mengelolanya. Kini (per tanggal 30 Desember
2021) akun Instagram Tabu.id sudah memiliki lebih dari 118 ribu followers. Kini Tabu.id juga merambah ke
platform lainnya yaitu dalam bentuk podcast di Spotify, serta media sosial
lainnya seperti Tiktok dan Twitter.
Meski dikelola oleh para relawan, konten yang
dibuat Tabu.id tidak main-main. Tim Tabu.id melakukan riset dalam membuat
perencanaan konten, dan menyusunnya ke dalam tema serta topik yang dilengkapi
dengan sumber-sumber yang valid dan relevan seperti dari jurnal ilmiah, textbook atau artikel yang dibuat oleh
kalangan profesional.
Berawal dari Media Sosial dan Komunitas, Kini Menjadi Yayasan
Foto: https://www.linkedin.com/company/tabu-id/ |
Alvin melalui Tabu.id merupakan salah satu Penerima
Apresiasi Satu Indonesia Awards 2021 Tingkat Provinsi dari DKI Jakarta di
bidang Kesehatan. Ajang tersebut merupakan apresiasi yang diberikan oleh Astra
kepada anak bangsa yang memberi manfaat bagi masyarakat.
Tim yang berada di naungan Tabu.id kini sudah
berjumlah 90 orang, yang terdiri dari para relawan yang punya ketertarikan yang
sama dan punya tujuan yang sama.
Tabu.id juga sudah berbentuk sebagai yayasan
dan memiliki legalitas sebagai Yayasan Tabu Indonesia Berdaya yang berdiri di
awal tahun 2021. Hal ini diperlukan untuk lebih memantapkan langkah Tabu dalam menjaga
keberlangsungan dalam menjalankan program-program yang diusungnya.
Tabu.id memiliki 3 program utama antara lain:
1. Bergerak di bidang pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi di berbagai media sosial.
2. Riset orisinal tentang topik kesehatan seksual dan reproduksi untuk diajukan ke konferensi atau jurnal ilmiah.
3. Pengembangan komunitas dengan melakukan kolaborasi dan kerja sama. Baik itu bersama komunitas atau organisasi lain, serta kerja sama dengan sekolah juga universitas untuk memberikan edukasi seputar kesehatan seksual dan reproduksi.
Tantangan Membangun Tabu.id
Foto: https://www.tiktok.com/@tabu.id |
Mengelola tim yang terdiri dari 100% relawan yang punya kesibukan utama masing-masing, tentu menjadi tantangan tersendiri dalam mengelola Tabu.id dan menjalankan konsistensi program yang dicanangkan. Tentu dibutuhkan koordinasi yang sangat baik, agar setiap tim tetap berada dalam koridornya dan menjalankan perannya dengan maksimal. Selain itu, ada dua hal lainnya yang menjadi tantangan tersendiri bagi tim Tabu dalam memberikan pemahaman edukasi seksual.
1. Mengolah Bahasa Ilmiah Menjadi Format Informasi yang Menarik untuk Dibaca
Bicara soal seksualitas dan reproduksi dalam jurnal ilmiah tentu penuh istilah ilmiah yang membuat anak muda berjarak untuk membaca apalagi memahaminya. Tabu.id mengolah hal-hal tersebut dalam bentuk meme, video, yang relate dan relevan sehingga informasinya bisa lebih mudah sampai dan diterima. Ini adalah salah satu tantangan yang dihadapi Tabu.id.
2. Mendapat Pertentangan dan Kecaman Ketika Membahas Topik Sensitif
Berkecimpung di pendidikan seksual tentu mau
tidak mau akan menyentuh ranah yang cukup sensitif. Tabu.id juga pernah
mengalami respon yang cukup keras dan negatif dari netizen ketika kontennya
mencoba mengangkat topik yang sifatnya sensitif, seperti misalnya persoalan
persetujuan seksual, LGBTIQ (gay, bisexual, transgender, intersex, queer), HIV
Aids, aborsi dan aktivitas seksual di luar pernikahan.
Untuk menghindari persepsi atau sentimen
negatif, Tabu menyiasatinya dengan memberikan pesan yang memiliki nilai yang dapat
dipegang secara universal, terlepas dari keyakinan politik, agama, atau budaya tertentu, tapi melalui pendekatan yang netral.
Untuk itu Tabu.id membuat community guideline juga agar tercipta suasana yang kondusif dalam
berdiskusi, sehingga terwujudnya ruang belajar yang nyaman untuk semua orang.
Membedah Masalah Krusial dalam Persoalan Pemahaman Seksualitas di Tengah Masyarakat
Dengan follower yang semakin banyak, jangkauan audiens yang juga semakin besar, Tabu.id pun mendapatkan insight berkaitan tentang masalah krusial seputar kesehatan seksual dan reproduksi di Indonesia, yaitu:
1. Kurangnya pemahaman mengenai tubuh diri sendiri, kurang mengenal dengan baik organ reproduksi yang dimiliki.
2. Kurangnya pemahaman tentang persetujuan. Persetujuan tentu penting dalam relasi apa pun, bukan hanya relasi seksual dan romantik, tapi juga dalam pertemanan dan keluarga. Ketika melakukan sesuatu yang melibatkan orang lain, perlu adanya persetujuan atau izin karena itu berkaitan erat dengan kekerasan fisik, psikis, dan seksual.
Apa Saja yang Kurang dari Pendidikan Seksual di Sekolah dan Keluarga?
Bicara soal pendidikan seksual, tentu tidak akan lepas dari pendidikan di institusi sekolah dan dalam keluarga. Alvin pun menyoroti apa saja yang kurang dari pendidikan seksual di Indonesia.
1. Kurangnya iklim komunikasi yang positif dalam keluarga untuk pembahasan aspek seksualitas. “Orangtua dan anak tidak tidak cukup terbuka, karena anak sudah cemas atau takut berhadapan dengan justifikasi atau penghakiman dari orangtuanya. Sementara orangtua juga banyak yang kesulitan tidak tahu bagaimana cara memulai bicara yang nyaman dengan anaknya terkait seksualitas,” papar Alvin.
2. Kurangnya sumber informasi yang terpercaya. Informasi terlalu banyak berseliweran, tapi tidak diimbangi dengan literasi digital yang baik, sehingga sulit memilah informasi mana yang bisa dipercaya dan mana yang tidak.
3. Kurangnya pengintegrasian topik kesehatan seksual dan reproduksi di sekolah. Pendidikan seksual tidak hanya seputar biologis saja yang perlu dibahas, tapi juga aspek sosial dan psikologisnya. “Seharusnya pendidikan seksual masuk ke dalam kurikulum dan wajib diajarkan oleh guru di sekolah,” lanjut Alvin
Dampak
Minimnya Pendidikan Seksual pada Anak-anak dan Remaja
Foto: https://www.instagram.com/tabu.id |
Tim Tabu.id pernah melakukan riset independen
mengenai anak sekolah SMP di Jabodetabek dan ditemukan hasil bahwa sebagian
besar mereka percaya jika vagina yang dicuci setelah berhubungan seksual bisa
mencegah kehamilan, dan sperma akan mati jika perempuan mandi air panas setelah
berhubungan seksual. “Ini dampak buruknya jika usia pubertas seperti remaja
tidak memiliki pemahaman edukasi seksual yang baik. Mereka percaya konsepsi
yang salah, ketika muncul gairah seksual, mereka melampiaskannya tanpa tahu
risikonya,” ujar Alvin.
Selain itu, mereka juga akan bingung tentang
apa yang terjadi dalam tubuh mereka ketika pubertas. "Contohnya, jika anak
perempuan tidak diberikan informasi yang benar tentang menstruasi, dia bisa trauma
ketika melihat dari vaginanya keluar darah dan mengira bahwa dia sakit atau
terluka. Sementara untuk anak laki-laki, ketika mereka mimpi basah, jika yang
ada di benak mereka bahwa itu adalah hal mesum dan tidak baik, maka mereka akan
mengecap negatif terhadap aspek seksual diri mereka sendiri yang padahal adalah
proses yang alami,” lanjut Alvin.
Rencana ke Depan dari Tabu.id
Foto: linkedin.com/company/tabu-id
Kini, Tabu.id memiliki 90 orang tim yang terbagi
dalam 5 departemen, yaitu Departemen Program, Departemen Komunikasi, Depertamen
Pengadaan Sumber Daya, Departemen Riset dan Pengembangan, Departemen Sumber
Daya Manusia.
Dengan timnya tersebut, Tabu.id memiliki
rencana ke depannya untuk membuat website, memperbanyak kunjungan ke sekolah
dan universitas, membuka chapter Tabu di berbagai daerah terutama yang belum dapat
mengakses media sosial dengan baik, juga membangun Pejuang Muda Tabu yang
nantinya akan menjadi brand ambassador
Tabu. Pejuang Muda Tabu ini akan diberikan serangkaian pelatihan dari para ahli
di bidang kesehatan seksual dan reproduksi, aktivasi media sosial, dan social impact.
Melihat keseriusan pergerakan Alvin dan tim
Tabu.id, dengan segala keterbatasan, tujuan mulia masih bisa menjadi penggerak
meski dari segi pemasukan finansial belum terlihat. Terkadang memang Tabu.id
juga menerima project dari pihak eksternal yang butuh dibuatkan konten. Ke
depannya, selain mengikuti berbagai ajang lomba juga, Tabu.id akan fokus pada fundraising ke donatur yang memang punya
concern di topik kesehatan seksual
dan repsoduksi dan visi yang sejalan dengan tabu.id.
Jalan yang tidak mudah, sering kali menjadi
jalan yang panjang. Karena itu, meski banyak tantangan, Alvin dan tim Tabu.id
tidak lantas pantang menyerah. Alvin, yang memilih kuliah di jurusan Psikologi
karena ketertarikannya kepada pikiran dan tingkah laku manusia, mengalihkan
cita-citanya menjadi psikolog dengan jalan yang ia pilih sekarang, karena agar
bisa menolong lebih banyak orang.
“Saya cukup beruntung memiliki akses informasi
yang cukup dan keluarga yang memahami pentingnya pendidikan seksual. Karena itu
saya ingin bagikan kesempatan yang sama ke lebih banyak orang. Saya percaya,
orang yang diberikan informasi mumpuni yang baik, mereka juga akan bisa
mengambil keputusan yang baik untuk diri mereka. Saya berharap para anak muda
di Indonesia bisa lebih terbuka lagi bicara soal kesehatan seksual dan
reproduksi. Tidak perlu malu, cari tahu dan banyaklah bertanya. Karena aspek
seskualitas itu aspek integral kita sebagai manusia. Kalau kita mau jadi
manusia seutuhnya, kita juga harus mau menerima dan memahami aspek seksual dari
diri kita,” tutup Alvin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar