Terapi
sensori integrasi dapat membantu anak-anak yang terlambat bicara.
Menginjak dua tahun, Arina belum bisa mengucap
banyak kata. Kata yang keluar tidak lebih dari 10 kata. Bahkan, merangkai
kalimat dengan dua kata pun ia tak bisa. Timbul rasa khawatir bahwa ia
mengalami keterlambatan bicara.
Jika melihat artikel berjudul Keterlambatan Bicara
yang ditulis oleh Amanda Soebadi dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI –
RSCM di website Ikatan Dokter Anak Indonesia atau Idai.or.id Arina mengalami perkembangan yang cukup
normal sampai usia 1 tahun. Hanya saja, menjelang usia 18 bulan, tidak ada
perkembangan dari kata-kata baru yang diucapkannya.
Infografis: Aprillia Ramadhina |
Namun, saya mencoba terus bersabar dan terus
melatihnya. Tapi, sampai usia dua tahun empat bulan, karena tak ada
perkembangan yang signifikan, saya dan suami memutuskan untuk memeriksakannya
ke klinik tumbuh kembang.
Setelah konsultasi dengan dokter, dan dites
beberapa hal, Arina dirujuk untuk assessment dan terapi sensori integrasi.
Dokter bilang, memang sedikit ada keterlambatan, tapi belum terlalu parah.
Meski begitu, tetap harus segera diatasi, agar keterlambatannya tidak bertambah
parah.
Infografis: Aprillia Ramadhina |
Dokter di klinik tumbuh kembangnya menyarankan
Arina untuk:
1. Terapi Sensori Integrasi di klinik
2. Terapi Sensori Integrasi di rumah
3. Ikut kegiatan atau kelas nursery.
4. Dimasukkan ke daycare (supaya sering bermain dengan
teman sebaya)
Setelah konsultasi ke dokter, Arina pun menjalani
assessment. Saya harus mengisi sejumlah informasi mengenai perkembangannya.
Dimulai dari riwayat kehamilan saya, hingga kemampuan apa yang sudah ia bisa.
Terapisnya juga menanyakan banyak hal, termasuk apakah sebelumnya Arina pernah
mengalami keterlambatan atau tidak. Tidak. Tumbuh kembang Arina awalnya
baik-baik saja. Ia tumbuh sebagaimana mestinya. Dari mulai tengkurap, duduk,
merangkak dan berjalan, semua ia capai di usia yang wajar.
Mengapa Terapi Sensori Integrasi dan Bukan Terapi Wicara?
Telat bicara, kok terapinya sensori integrasi? Awalnya saya
juga tidak begitu paham, sampai terapisnya Arina menjelaskan mengenai piramida
Central Nervous System. Bisa dilihat pada foto berikut.
Sensori terletak pada bagian dasar piramida
tersebut, sementara kemampuan bicara atau auditory languange skill ada di bagian
atas (perceptual motor). Itu artinya, untuk bisa berada di tahap bicara yang
baik, maka level-level di bagian dasar piramida itu harus bisa dilewati dengan
baik.
Input sensorik sendiri berkaitan dengan apa yang
kita lihat, dengar, raba, kecap, cium, dan rasakan dari sekitar kita dan dari
badan kita sendiri. Bagaimana kita mengolah input tersebut, menentukan perilaku
yang dipilih untuk memahami diri sendiri, lingkungan dan sekitarnya, serta
bagaimana berinteraksi dengan lingkungan tersebut.
Itulah mengapa terapi yang harus dijalani Arina bukanlah
terapi wicara melainkan terapi sensori integrasi. Singkatnya, untuk mencapai
tahap kemampuan bicara, harus punya kemampuan sensori yang baik terlebih dulu.
Lagipula, terapi wicara baru bisa dilakukan untuk anak yang sudah bisa duduk
tenang. Ditambah, Arina perhatiannya sulit terfokus, karena itu, penting untuk memaksimalkan kemampuan sensoriknya, agar nantinya lebih mudah belajar bicara.
Setelah diberi Home Program atau terapi sensori
integrasi yang harus dilakukan di rumah, terapisnya bilang begini;
“Bu, satu hal yang harus diingat. Mau terapi berapa
kali juga, itu akan percuma, kalau di rumah juga nggak sering dilatih. Karena
biar bagaimana pun juga, yang paling penting itu latihan di rumah.”
Walaupun saya tahu itu, saya cukup tertohok. Saya
merasa ternyata selama ini kurang memperhatikan Arina. Kurang rajin melatihnya,
kurang telaten mengajarinya. Dan lebih dari itu, mungkin juga kurang sering
mengajaknya bicara. Baru dua tahun usianya, sudah banyak kesalahan yang saya
buat.
Iya, saya lalai. Dari kelalaian itu, Arina yang
harus terima imbasnya. Sungguh tidak adil, ya. Dia tidak minta dilahirkan ke
dunia, tapi mengapa orangtuanya tidak mengurusnya dengan tepat. Sekarang yang
bisa saya lakukan adalah berupaya untuk membantunya terapi, baik di tempat
terapi, di rumah, dan melibatkannya pada kegiatan-kegiatan anak seusianya.
Memulai Terapi Sensori Integrasi di Rumah
Ini yang saya lakukan untuk terapi Arina di rumah
berdasarkan rujukan Home Program yang ditentukan oleh terapisnya.
Terapi awal sensori integrasi Arina di rumah:
1. Main pasir
2. Memasang puzzle
3. Berjalan di tempat sempit atau pinggir trotoar
4. Bermain tepung pakai air
5. Mengelem
6. Berdiri di atas bangku sambil melempar bola
7. Mengelompokkan bola-bola dalam satu warna
8. Memakai dan melepas pakaian sendiri
9. Bermain ayunan
10. Melompat di tempat
Ini kegiatan yang dilakukan selama dua minggu. Ke depannya tentu akan lebih banyak lagi variasi latihan yang harus Arina lakukan.
Semua latihan ditujukan agar Arina bisa belajar seimbang, tidak lagi gampang merasa jijik dengan yang lengket-lengket dan bisa lebih aware dengan diri sendiri dan sekitar. Lambat laun, ketika kemampuan-kemampuan dasar ini berkembang, otak Arina akan lebih mudah memproses informasi yang berkaitan dengan bahasa.
Infografis: Aprillia Ramadhina |
Meningkatkan Kemampuan Bicara pada Anak Melalui Kelas Nursery
Selain terapi di klinik dan di rumah, dokter
juga menyarankan memasukkan Arina ke daycare atau kelas nursery supaya sering bermain dengan teman
sebaya. Kelas nursery merupakan salah satu bagian awal dari pendidikan anak
usia dini di luar rumah.
Manfaat yang didapatkan anak jika mengikuti kelas nursery:
1. Membantu kesiapan anak untuk sekolah
Anak-anak bergaul dengan anak-anak lain, sehingga
akan lebih siap jika nanti akan sekolah. Mereka dapat beradaptasi dengan lingkungan belajar, memiliki
keterampilan sosial yang besar dan merasa aman di lingkungan yang berbeda.
Selain itu, kelas nursery juga dapat membantu anak lebih mandiri, seperti mencuci tangan, merapikan mainan, dan bermain bergantian dengan anak lain. Mereka akan lebih tahu tentang bagaimana seharusnya berperilaku.
Selain itu, kelas nursery juga dapat membantu anak lebih mandiri, seperti mencuci tangan, merapikan mainan, dan bermain bergantian dengan anak lain. Mereka akan lebih tahu tentang bagaimana seharusnya berperilaku.
2. Meningkatkan kepercayaan diri
Dengan bermain bersama anak-anak lain, maka mereka
akan lebih percaya diri dan tetap aktif. Karena itu, penting untuk
memberikannya kegiatan baik di dalam ruangan maupun di luar
ruangan. Anak-anak juga akan lebih bersemangat dan bergembira jika bermain
bersama teman-teman sebaya.
Kelas Pre-nursery dan Kelas Nursery di Apple Tree Pre-School BSD
Sumber: https://www.appletreebsd.com/ |
Saya pun mencari tahu di mana kelas-kelas nursery
diadakan dan menemukan Apple Tree Pre-School BSD. Bahkan selain kelas nursery
untuk anak umur 3 - 4 tahun, juga ada kelas pre-nursery untuk anak usia 2-3
tahun.
Kelas pre-nursery ini melatih transisi anak-anak
yang biasa di rumah dengan sekolah. Jadi, membantu Anda agar lebih siap
memasuki masa sekolah. Sementara di kelas nursery, pengetahuan dan keterampilan sosial
anak-anak semakin dikembangkan. Aspek-aspek pembelajaran semakin ditekankan di
sini.
Sepertinya, ke depannya untuk membantu Arina
semakin lancar bicara, saya berniat memasukkannya ke kelas nursery. Tentunya,
Apple Tree Pre-School BSD bisa menjadi pilihan. Karena, rumah saya yang di
Tangerang, tidak terlalu jauh dari lokasi Apple Tree Pre-School di BSD.
Sumber gambar: https://www.appletreebsd.com/. Infografis: Aprillia Ramadhina |
Selain itu, ada banyak keunggulan lainnya yang ada
di Apple Tree Pre-School BSD, yatu kurikulumnya yang mengadopsi kurikulum di
Singapura, bahasa yang digunakan adalah bahasa Inggris dan Mandarin, serta
tersedia kelas untuk beragam usia, mulai dari 1,5 tahun hingga 6 tahun (pilihan kelas yang ada dapat dilihat di sini). Kualitasnya tentu tak perlu diragukan lagi, karena sudah ada lebih dari 20 sekolah Apple Tree Pre-School yang tersebar di Indonesia.
Saya tertarik dengan slogan Apple Tree
Pre-School BSD yang berbunyi "Tree
of Knowledge, Wisdom and Growth". Itu menandakan bahwa di sana, bukan hanya
fokus pada pertumbuhan dan pengetahuan saja yang ditanamkan, tapi juga
kebijaksanaan. Ini menjadi penting, mengingat makin hari kita semakin sering
menemui orang yang sukses dan pintar, tapi sayangnya kurang bijaksana.
Harapan Itu, Hanya Melihat Arina Tumbuh dan Berkembang Sebagaimana Mestinya
Ketika menjadi ibu, kebahagiaan saya tidak pernah
muluk terhadap Arina. Saya hanya ingin dia tumbuh sehat, bahagia, dan
sebagaimana mestinya. Karena itu, jika dia terlambat bicara begini, saya sedih.
Tapi, yang perlu disedihkan bukan kemampuannya yang minim. Tapi saya sedih, mengapa
tidak bisa menjadi ibu yang baik untuk dia.
Tampaknya, bukan Arina saja yang perlu latihan dan
terapi. Saya, ibunya juga harus terus belajar. Belajar bagaimana
menumbuh kembangkan Arina dengan baik. Karena semua yang ia dapat sejak kecil,
adalah bekal yang akan dia bawa kelak sampai ia sewasa. Pendidikan anak usia
dini adalah dasar, yang membantunya membangun fondasi dari karakternya nanti di
masa depan.
Menjadi ibu, adalah peran yang harus dilakoni
seumur hidup. Tanggung jawabnya adalah anak. Bagaimana ia bisa hidup dengan
baik dan layak sampai ia bisa memegang kendali atas hidupnya sendiri. Menjadi
orangtua tidak ada sekolahnya. Mempelajari ilmu dari orangtua kita terdahulu
juga terkadang sudah tidak relevan.
Untuk memberikan pendidikan pada anak usia dini, tidak
hanya ibu yang harus terlibat, tapi juga para ayah, dan keluarga atau pengasuh
di rumah. Karena secanggih apa pun pendidikan yang ia dapat di luar, jika di
rumah juga tidak belajar apa-apa, akan percuma.
Peran keluarga dalam pendidikan
anak usia dini sangatlah penting. Semua itu bergantung pada orangtuanya, mau
terus belajar atau tidak untuk melatih anaknya. Karena menjadi orangtua,
berarti menjadi pembelajar yang harus terus melatih diri untuk menjadi pendidik
utama anak-anaknya.
#appletreebsd