Sekolah mengajarkan kita untuk selalu seragam, tapi dunia luar mengharuskan kita menjadi yang berbeda, untuk bisa outstanding. Di sekolah kita harus mahir di banyak pelajaran, sementara di kehidupan, mereka yang bertahan adalah yang punya keahlian khusus dan spesifik.
Apa sih fungsinya pendidikan kalau kita bisa belajar dari
sekolah kehidupan? Apa sih pentingnya edukasi kalau semua orang di sekitar bisa
kita jadikan guru? Sejak dulu, saya sering bertanya-tanya, buat apa sekolah? Kenapa
banyak sekali peraturan di sekolah?
Sepatu dan kaos kaki saya pernah disita guru waktu SMA karena
sepatu saya ada garis berwarna merahnya (tidak hitam semua). Begitu juga kaos
kaki saya, ada gambarnya (tidak putih semua). Tapi, saat disita, saya punya
akal lain. Sebagai pengurus OSIS saat itu, tentunya saya punya loker di ruang
OSIS. Di sana saya menyimpan sandal jepit. Jadi, tak masalah sepatu saya
disita, saya tetap bisa pakai alas kaki.
Ibu saya juga pernah dipanggil untuk ketemu guru BK (Bimbingan dan Konseling) karena saya
sering sekali datang terlambat. Saat terlambat, biasanya saya dihukum tidak
boleh masuk kelas sampai dua jam pelajaran. Bagi saya itu tak masalah. Justru
enak nggak harus ada di kelas.
Setelah menunggu, biasanya kami yang terlambat dihukum lari keliling
lapangan. Yang selalu menghukum kami itu adalah Pembina OSIS. Dan
berhubung saya pengurus OSIS, Pembina OSIS ini hafal bangetlah sama muka saya.
Dia selalu bilang, sambil geleng-geleng kepala nggak habis pikir kalau lihat
saya telat, “April, April. Kamu ini anak OSIS kok hobinya telat. Bukannya jadi
panutan dan kasih contoh untuk anak-anak lain.”
Saya cuma cengar-cengir aja.
Kenapa saya yang rumahnya nggak jauh-jauh amat dari sekolah
bisa sering terlambat? Karena saya senang menerobos pagar sekolah di
detik-detik menjelang pagar itu ditutup. Mendebarkan memang, tapi seru. Itu
salah satu keseruan yang bisa saya temukan dari sekian banyak pelajaran
yang membosankan di kelas.
Ditegur Guru Matematika di SMA
Image: Aprillia Ramadhina |
Karena sering terlambat, beberapa kali saya tidak masuk saat
pelajaran matematika, berhubung pelajaran itu dijadwalkan di dua jam pertama. Saat
itu kalau absen kita lebih dari tiga kali dalam sebulan, kita nggak boleh ikut
ulangan.
Saya pernah kena tegur saat absen saya sudah dua kali dalam
sebulan, sementara saat dia melihat nilai-nilai saya tidak ada yang jelek. Ia agak
heran kenapa saya yang absennya banyak bisa tetap dapat nilai bagus. Kemudian
dia bilang kalimat yang cukup menohok. “Percuma kamu pintar kalau nggak disiplin.”
Ketika sudah tak lagi berada di dunia sekolah, saya tahu
mengapa datang tepat waktu itu penting. Karena itu bagian dari respek kita
terhadap orang yang sudah meluangkan waktunya untuk kita. Waktu adalah sesuatu
yang berharga yang dimiliki manusia. Ketika seseorang memberikan waktunya untuk
bertemu kita dan kita justru menyia-nyiakannya dengan terlambat menemuinya, itu
sama saja kita tidak menaruh rasa hormat kepadanya dan telah membuatnya
kehilangan hal berharga yang bahkan tak bisa kita kembalikan lagi.
Pada akhirnya, peraturan di sekolah, seabsurd apa pun itu,
walau kelihatannya tak ada kaitannya dengan menentukan isi kepala seseorang,
dibuat untuk menciptakan keadilan. Ada hukuman dan sanksi yang sama bagi siapa
pun yang melanggar, tanpa pandang bulu. Pendidikan memang tidak bertujuan untuk
membuat murid sekadar pintar, tapi juga santun dan punya respek terhadap orang
lain.
Belajar dari Kehidupan
di Jalanan
Image: Aprillia Ramadhina |
Saya juga pernah terjun ke jalanan sewaktu masih kuliah.
Merasakan secuil perjuangan mereka yang hidupnya mengamen dari satu bus ke bus lainnya. Mengalaminya membuat saya semakin sadar, bahwa proses itu jauh
lebih penting dari hasilnya.
Teman pengamen saya itu bilang begini, “Jalanan itu cuma
proses, Pril. Kita juga nggak mau kok selamanya di jalanan. Gue pengin suatu
saat kayak teman gue, yang tadinya cuma ngamen di bus, jadi nyanyi di kafe.
Dari pengamen jalanan, terus jadi punya album.”
“Kenapa nggak kerja yang lain aja?” tanya saya.
“Kalau ada kerjaan yang lebih baik juga gue mau kok. Andai
aja gue sekolah lebih tinggi.”
Ya, pada akhirnya pendidikan dan edukasi itu penting.
Walaupun ilmu memang bisa didapat dari mana saja.
“Gue nggak bisa ngelamar kerjaan yang lebih bagus karena gue
nggak punya ijazah sarjana kayak lo nanti, Pril.”
Kita nggak bisa menutup mata. Untuk di beberapa bidang
pekerjaan, latar belakang pendidikan itu masih dipentingkan. Memang Steve Jobs dan
banyak tokoh dunia lainnya membuktikan bahwa kecerdasan mereka lebih penting
dari institusi pendidikan atau sekadar duduk di bangku sekolah. Tapi, toh nggak
semua orang bisa kayak Steve Jobs.
Dari mereka yang hidupnya jauh lebih keras dari saya, saya
belajar untuk tidak memadamkan mimpi. Sebesar apa pun. Semustahil apa pun
kelihatannya. Dari hukum rimba yang berlaku di jalanan, di mana yang kuat yang
bertahan, saya belajar untuk mengasah mental agar sekuat baja.
Dari edukasi yang saya dapat di institusi pendidikan dan
pengalaman nyata mengecap dunia jalanan, saya semakin yakin, edukasi dan
pendidikan adalah tonggak utama yang membuat individu lebih berkarakter.
Orang yang teredukasi dengan baik memiliki peluang lebih banyak untuk memperoleh pekerjaan yang lebih layak, akses kesehatan yang lebih baik, serta dapat memilah informasi yang lebih akurat tentang apa pun.
Tahun 2014, saya pernah ikut jadi relawan mengajar Kelas Inspirasi Desa di Cikidang, Sukabumi. Photo: Ima Lolaita |
Edukasi Membantu Kita Menemukan dan Mengeluarkan Potensi Terbaik yang Kita Miliki
EduCenter, mall edukasi pertama di Indonesia. Image: Aprillia Ramadhina. Photo: Educenter.id |
Akar masalah dari kemiskinan dan rendahnya kualitas hidup
adalah karena kurangnya pendidikan. Maka, penting bagi anak-anak untuk
mendapatkan pendidikan yang dapat meningkatkan kompetensinya untuk bersaing di
masa depan secara efektif dalam ekonomi global. Penting juga bagi mereka untuk
memiliki kemampuan yang lebih khusus sesuai minat dan bakat mereka. Kemudian mendalaminya
hingga ketika dewasa, mereka akan mahir di bidang tersebut.
Untuk mendapatkan edukasi terbaik, terkadang, pendidikan di
sekolah perlu ditopang dengan pendidikan lain di luar sekolah, seperti mengambil
kursus untuk lebih dalam mempelajari suatu keahlian tertentu. Dengan kursus,
anak bisa memilih kemampuan apa yang ingin mereka kuasai dengan waktu yang juga
bisa mereka sesuaikan sendiri.
Selain menambah pengetahuan, kursus di luar sekolah juga
membuat anak bisa punya kehidupan lain di luar sekolah. Mereka bisa bersosialisasi dengan anak-anak yang berasal dari sekolah
lain, sehingga pertemanan mereka lebih kaya dan beragam.
Tapi, jika anak ingin mendalami lebih dari satu bidang,
kursus di banyak tempat akan membuat anak lebih lelah karena harus berpindah
dari satu tempat ke tempat lainnya. Selain membuat lelah dan tentunya makan
waktu lebih banyak. Akan lebih efektif jika ada satu tempat kursus yang bisa
memuat banyak pilihan kursus yang sesuai dengan keinginan anak.
Memangnya ada? Ada. EduCenter
namanya. Dalam satu gedung ada banyak institusi edukasi. Seperti mall, bisa
bebas pilih sendiri mau ambil kursus yang mana aja, dari mulai kursus
matematika, bahasa Inggris, Bahasa Mandarin, musik, seni, hingga karate dan
balet di satu tempat.
Image: Aprillia Ramadhina. Sumber: www.educenter.id |
#EduCenter memang disebut sebagai mall edukasi pertama
di Indonesia dengan konsep “one stop excellence of education”. Berlokasi di
BSD, di sana ada banyak tempat kursus seperti Apple Tree Pre-School,
UniSadhuGuna, Farabi Music School, Young Chefs’ Academy, CMA Mental Arithmetic,
Shane Learning Centre, Calculus, Flamingo Studio, Wow Art Studio, Far East
Education. Tidak hanya itu, selain tempat kursus juga ada restoran, food court,
dan taman bermain anak. Jadi, selain lengkap untuk belajar, anak-anak juga bisa
bermain. Belajar tentunya juga harus diimbangi dengan bermain agar anak tidak
stres dan tertekan.
Suasana kelas balet di Flamingo Studio di EduCenter. Photo: Instagram @educenterid |
Mengeduksi Diri,
Memajukan Negara
Image: Aprillia Ramadhina |
Negara yang maju adalah negara yang masyarakatnya terdidik
dengan baik. Edukasi menjadi kunci kemajuan suatu bangsa. Karena ketika sistem
pendidikan berjalan dengan baik, maka jangka panjangnya pembangunan di berbagai
bidang juga akan meningkat.
Sederhananya seperti ini, orang yang terdidik dengan baik
akan lebih berkarakter, karakter ini membentuk potensi dan diri yang kemudian
membuat dirinya mampu bersaing dan memperoleh hidup yang lebih sejahtera.
Ketika seseorang sejahtera, ia akan mudah mendapatkan akses-akses serta
informasi ke berbagai bidang, mulai dari teknologi, kesehatan, serta ekonomi.
Mereka tahu bagaimana meningkatkan taraf kehidupan dengan
memanfaatkan teknologi. Mereka lebih sadar diri untuk hidup sehat karena akses
informasi tak terbatas ada dalam genggaman sehingga terhindar dari
penyakit-penyakit berbahaya yang merugikan. Karena terdidik, mereka bisa hidup
lebih sehat, produktif dan sejahtera.
Orang yang berpendidikan dapat bekerja dan mendapat upah
lebih layak. Jika tidak, mereka juga bisa memulai bisnis dan membuka lapangan
pekerjaan bagi orang lain. Memang untuk jadi pengusaha tidak ada syarat harus
mengenyam pendidikan tinggi, tapi bukan berarti mereka tidak mempelajari suatu
keahlian khusus atau berusaha lebih giat lagi.
Ketika orang-orang yang teredukasi dengan baik ini bekerja
dan menghidupi dirinya dengan layak, maka kesejahteraan masyarakat juga akan
meningkat. Ketika kesejahteraan meningkat, negara juga akan lebih maju.
Contoh Edukasi
Terbaik dari Negara Paling Bahagia di Dunia
Tahun ini Finlandia menjadi negara paling bahagia di dunia. Data ini didapat dari World Happiness Report 2018 yang dikeluarkan oleh PBB. Peringkat ini ditentukan berdasarkan penilaian terhadap banyak aspek, beberapa di antaranya dari kekuatan ekonomi dan tingkat harapan hidup.
Jika mau ditelusuri, Finlandia selain sebagai negara paling bahagia ini juga memiliki sistem pendidikan terbaik di dunia. Itu dijelaskan dalam video yang diunggah di Facebook World Economic Forum berjudul This is why Finland is one of the best places in the world to be a student.
Di Finlandia murid jarang diberikan Pekerjaan Rumah (PR),
sebaliknya mereka lebih banyak didorong untuk bermain. Sekolah juga boleh
mengatur jam be lajarnya sendiri. Anak-anak di sana memperoleh kesetaraan untuk
mendapatkan kesempatan yang sama dalam mengenyam pendidikan. Profesi guru juga dihormati dan dihargai
tinggi, serta dibayar dengan layak.
Finlandia menggelontorkan sekitar 1, 2% dari GDP untuk
pendidikan. Jumlah ini lebih banyak dibanding negara-negara OECD (Organisation
for Economic Co-operation and Development) lainnya yang hanya berkisar 0.8 %
Tahun ini Indonesia mengalami penurunan peringkat dalam
daftar World Happiness Report. Indonesia yang sebelumnya berada di peringkat 81
menjadi peringkat 96 dari 156 negara. Berkaca dari Finlandia, ternyata ada
korelasinya sistem pendidikan yang maju dengan tingkat kebahagiaan bangsa. Jika
Indonesia bisa memperbaiki kualitas pendidikannya dan masyarakat yang terdidik
dengan baik semakin banyak jumlahnya, bangsa kita tidak hanya lebih maju, tapi
juga sekaligus akan lebih bahagia.
Foto feature image: Aprillia Ramadhina