Beli buku ini iseng, habis sembuh dirawat
di rumah sakit, maunya baca yang nggak serius, santai dan syukur-syukur bisa
bikin ketawa. Ternyata salah besar. Buat gue pribadi, buku ini jauh dari kata
lucu. Gue nggak mendapat hiburan seperti yang gue harapkan di awal. Gue nggak
ketawa.
Buku ini bagi gue berisi hal-hal yang justru bikin gue terharu. Buku yang sama sekali nggak santai. Emang ringan banget, gue nggak perlu waktu lama untuk ngabisin buku ini ataupun cerna bahasanya. Karena bahasanya memang sangat sehari-hari.
Buku ini bagi gue berisi hal-hal yang justru bikin gue terharu. Buku yang sama sekali nggak santai. Emang ringan banget, gue nggak perlu waktu lama untuk ngabisin buku ini ataupun cerna bahasanya. Karena bahasanya memang sangat sehari-hari.
Ada banyak hal-hal yang
menampar-nampar di ceritanya. Bukan sekadar cerita yang mempertontonkan
kebodohan diri sendiri. Ada banyak hal yang buat gue berhenti baca sebentar,
nutup bukunya dan sejenak merenung.
Alit bicara soal LDR soal pacaran
beda agama, perselingkuhan, soal adeknya, juga soal eyangnya juga soal hidup
yang nggak mudah tapi gimana tetep jalaninnya dengan enjoy. Soal eyangnya itu
gue bener-bener dibuat haru. Sekecil apapun perbuatan yang bisa nunjukin rasa
sayang ke keluarga sebisa mungkin dilakuin di saat kita masih punya waktu.
Karena kita nggak pernah tahu sesebentar apa Tuhan ngasih waktu ke kita untuk
bisa bareng-bareng sama orang yang kita sayang.
Kelucuan-kelucuan di buku ini jadi
cuma kaya ornamen, tambahan aja, bahkan beberapa kelihatan bener-bener kaya
tempelan.
Alit bicara soal pengalaman pribadi,
tapi ngebacanya nggak buat gue ngerasa kaya dia lagi dongeng kisah hidupnya.
Karena mungkin kita juga pernah ngalamin apa yang dia alamin, atau orang di
sekitar kita, ya, ada beberapa hal yang buat gue merasa nggak asing.
Sampai halaman terakhir, gue menanti kelucuan yang bisa buat gue ketawa, tapi yang ada gue dapetin keharuan-keharuan lagi.
Sampai halaman terakhir, gue menanti kelucuan yang bisa buat gue ketawa, tapi yang ada gue dapetin keharuan-keharuan lagi.
Cubitan-cubitan kecil yang membuat
gue jadi mikir tentang hal-hal sederhana yang kadang luput gitu aja.
Beberapa di antaranya ketika gue
ngebaca kalimat ini:
"Sebenarnya, partnership bisa dilihat dari sudut pandang sesimpel
itu. Kalau kita ngerasa kehilangan saat partner kita nggak ada, artinya kita
memang membutuhkan dia. Tapi, kalo saat dia nggak ada, kita ngerasa hidup kita
berjalan seperti biasanya, artinya dia nggak sepenting itu buat kita. Nggak
perlu kebanyakan drama." (hal. 137)
Tapi seenggak dramanya seseorang
pasti pernahlah dalam hidupnya ngelakuin sesuatu yang drama banget. Di buku ini
gue nemuin satu hal yang buat gue kaget, waktu dia ngelakuin hal yang cukup
freak abis kepoin mantan pacar yang pernah LDR, nggak nyangka banget pas baca
bagian itu, haha.
Tapi mungkin manusia emang pasti
pernahlah sesekali atau beberapa kali ngelakuin hal-hal yang freak secara sadar
karena cinta. Manusiawi.
Anyway, "Relationshit" nggak cuma bahas
soal relasi antar pacar aja, ada banyak di dalamnya, dari soal sahabatnya yang
namanya Trisna (bagian ini juga bikin terharu), adeknya, eyangnya, sampe mobil
yang dia kasih nama Jeni. Relasi emang bisa sangat luas banget, dan itu yang
buat buku ini enak untuk dibaca sampe habis.
Pertama kali gue tahu nama Alitt
adalah pas waktu acara di Binus, Maret 2012, "The Influencer of Twitter" gue
liputan ke sana, dia jadi pembicara bareng Bena dan Arief Muhammad. Gue nggak
gitu tahu dia itu siapa, dan di acara itu dia juga nggak banyak ngomong,
panitia pun nggak ngasih waktu lebih selepas acara untuk wawancara. Dan karena
untuk event aja, omongan tiga-tiganya di panggung udah lebih dari cukup untuk
dibuat artikelnya. Waktu itu tulisannya terbit di Koran Jakarta dua hari setelah acara kalau nggak salah.
kampus Binus, 3 Maret 2012, talkshow SPBU
Setelah waktu berlalu cukup lama abis talkshow itu, baru
kemaren gue beli buku dia.
Satu kalimat yang juga cukup menarik
di buku ini:
"Masalah itu nggak ada. Masalah itu adalah istilah ciptaan manusia
untuk pilihan terbaik dari Tuhan yang belum mampu mereka pahami." (hal.
202)
See, quotes yang bertebaran di buku
ini sama sekali nggak lucu.
Beberapa ada cerita atau dialog yang
bikin senyum-senyum sih, contohnya waktu nyokap pacarnya ngajak gabung di MLM, tapi
ya tetep nggak bikin gue sampe ketawa.
Kalau kalian butuh lelucon yang
mengocok perut, secara pribadi gue nggak menyarankan baca buku ini.
Tapi kalau kalian ingin mencoba
merasa tersentuh dengan bermacam hubungan dan relasi yang dialamin dan dirasain
orang lain lewat tulisan ringan yang mengalir dan cara bercerita yang
menyenangkan, buku ini nggak sia-sia untuk dilahap habis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar